Selasa, 18 November 2014

Antara BBM, Mahasiswa, Masyarakat dan Pemerintah

“Saya selaku Presiden RI menetapkan harga BBM baru yang akan berlaku pukul 00.00 pada Selasa 18 November 2014.” Harga premium naik Rp 2.000 menjadi Rp 8.500 per liter dari sebelumnya Rp 6.500 per liter. Sementara harga solar naik Rp 2.000 dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500 per liter.
Demikian pengumuman resmi yang disampaikan Jokowi di Istana Merdeka, Senin malam, 17 Nopember 2014. 
Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) memang sejak dari dulu telah menjadi polemik di negara ini. 
Catatan Tempo tentang kenaikan harga BBM, dari orde baru hingga saat masa SBY sampai pada masa Presiden baru JokoWidodo.
1. Periode Presiden Suharto:
8 Januari 1993, harga premium naik dari Rp 550 menjadi Rp 700 per liter.
5 Mei 1998 Premium: Rp 700 menjadi Rp 1.200
Solar: Rp 380 menjadi Rp 600
Minyak tanah: Rp 280 menjadi Rp 350
2. Periode Presiden Abdurrahman Wahid
1 Oktober 2000

Premium : Rp 1.000 menjadi Rp 1.150
Solar : Rp 550 menjadi Rp 600
Minyak tanah : Rp 280 menjadi Rp 350
16 Juni 2001
Premium : Rp 1.150 menjadi Rp 1.450
Solar : Rp 600 menjadi Rp 900
Minyak tanah : Rp 350 menjadi Rp 400
3. Periode Presiden Megawati
1 Maret 2002
Premium : Rp 1.450 menjadi Rp 1.550
Solar : Rp 900 menjadi Rp 1.150
Minyak tanah : Rp 400
1 April 2002
Premium : Rp 1.550 menjadi Rp 1.600
Solar : Rp 1.150 menjadi Rp 1.240
Minyak tanah : Rp 1.270 menjadi Rp 1.310
3 Mei 2002
Premium : Rp 1.600 menjadi Rp 1.750
Solar : Rp 1.240 menjadi Rp 1.390
Minyak tanah : Rp 1.310 menjadi Rp 1.410
1 Januari 2003
Premium : Rp 1.750 menjadi Rp 1.810
Solar : Rp 1.390 menjadi Rp 1.890
Minyak tanah : Rp 1.410
4. Periode Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
1 Maret 2005
Premium : Rp 1.810 menjadi Rp 2.400
Solar : Rp 1.890 menjadi Rp 2.100
Minyak tanah : Rp 700
1 Oktober 2005
Premium : Rp 2.400 menjadi Rp 4.500
Solar : Rp 2.100 menjadi Rp 4.300
Minyak tanah : Rp 700 menjadi Rp 2.000
23 Mei 2008
Premium : Rp 4.500 menjadi Rp 6.000
Solar : Rp 4.300 menjadi Rp 5.500
Minyak tanah : Rp 2.000 menjadi Rp 2.500
21 Juli 2013
Premium : Rp 6.000 menjadi Rp 6.500. 
(http://jakartagreater.com)
Dengan kenaikan harga BBM yang saat ini tentu telah mengundang banyak kritikan, mulai dari mahasiswa, masyarakat, para supir kendaran umum, nelayan dan yang lainnya. 
kemarin saya melihat berita tentang bentrokan antara mahasiswa dan masyarakat di makasar, tentu hal tersebut tidak terlepas dari pengaruh kenaikan BBM, dimana para aktivis yang menolak kebijakan tentang kenaikan harga BBM. Aksi tersebut justru dianggap mengganggu oleh para penguna jalan sehinga terjadi bentrokan antara mahasiswa dan masyarakat. Kejadian tersebut bagi saya sungguh sangat memalukan, dimana mahasiswa yang pro rakyat malah justru bentrok dengan rakyat, ironis memang. saya tidak bisa berkata bahwa siapa yang salah dalam kejadian itu, paradigma saya bahwa hal tersebut merupakan suatu permainan yang didalangi oleh pemrintah, mahasiswa dan masyarakat yang tidak sadar dengan problema kenaikan BBM tersebut. Untuk teman-teman ku di Makassar dan seluruh mahasiswa yang berada dipelosok penjuru negri, kalian adalah orang-orang yang hebat, saya sangat salut untuk keberanian, kepedulian dan loyalitas kalian yang kalian tunjukan untuk kepentingan rakyat. Namun yang harus kita  perhatikan bahwa keamanan dan kenyamanan masyarakat justru harus di tingkatkan, bukan malah sebaliknya. Saya yakin kalian semua adalah orang-orang idealis yang pro rakyat, kebijakan pemerintah memang selalu diwarnai dengan pro dan kontra namun kita harus bisa mencermati hal itu dengan sebaik mungkin, yang kontra punya kajian dan teorinya masing-masing begitu juga dengan yang pro. Kerusuhan, bentrokan dan keributan justru tidak akan pernah menurunkan kebijakan yang telah ditetapkan, hal tersebut malah berimbas pada kerusakan sarana dan prasarana yang ada, yang tentunya dari kerusakan itu yang akan menjadi borosnya anggaran dari pemerintah untuk membenahi kerusakan yang terjadi.
Kejadian 1999 jangan sampai terulang kembali, sekarang kita mempunyai kebebasan dalam berpendapat. Kita boleh mengkritik satu sama lain asalkan tetap berlandaskan pada UUD 1945 dan Pancasila. Kita harus bisa menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI ini. 
Seberapa kalian berbuat kerusuhan, para penentu kebijakan tidak akan pernah tergubris untuk bisa melakukan apa yang kita inginkan tentunya mengenai penolakan terhadap kenaikan harga BBM. Terkecuali Istana Negara, Gedung DPR dan MPR kita duduki. Namun kita harus berpikir jauh dengan apa kita melawan apabila yang kita lihat adalah senjata mesin yang berbicara.
Berbicara Pro saya terhadap pemerintahan tidak bisa dibicarakan dalam hal ini, dilihat dari indikasi BBM ini memang sangat banyak yang dikatakan bahwa pengalihan subsidi BBM tersebut akan dialihkan kepada pembangunan Infrastuktur, Kemandirian dan Produktifitas untuk masyarakat. Pemangkasan subsidi BBM di dasari pada pemborosan anggaran, tentu hal tersebut adalah permasalahan klasik dari tahun ketahun, dari periode pemerintah ke pemerintahan. Saya sangat mengapresiasi tentang kebijakan Pemerintah sekarang yang semuanya serba "kartu elektrik", ada yang namanya Kartu Indonesia Pintar ini bertujuan untuk meningkatkan Pendidikan di Indonesia, ada yang namanya Kartu Indonesia Sehat yang ini untuk jaminan kesehatan masyarakat, dan ada juga yang namanya Kartu Keluarga Sejahtera, tentunya kartu ini untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Pendapat kotor saya kenapa untuk permasalahan kenaikan BBM ini tidak dibuat Kartu? Analisa para pemerintahan sekarang mengatakan bahwa subsidi BBM tidak tepat karena hanya bisa di nikmati oleh kalangan menengah bahkan sampai kalangan yang lebih tinggi, sedangkan objek dari subsidi tersebut hanya 15% yang tersentuh. Kalupun dirasa memang seperti itu, maka pendapat saya buatlah Kartu "subsidi" agar tepat sasaran.  Masyarakat tergoda dan merasa senang dengan hadirnya KKS (kartu kesejahteran keluarga) dengan diiming-imingi adanya Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang tak seberapa jumlahnya. Menurut saya hal tersebut malah justru akan meningkatkan angka kemiskinan, kerusuhan dan bahkan kematian. Bagaimana tidak? saya akan mencoba membahasnya satu persatu.
1. Kemisikinan
Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Wynandin Imawan menilai kenaikan harga BBM yang diikuti dengan pemberian program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) bisa saja menekan angka kemiskinan, tapi bisa sebaliknya menambah angka kemiskinan.
Menurutnya, berdasarkan pengamatan yang dilakukan BPS, pada tahun 2005 ketika pemerintah menaikan harga BBM, program Bantuan Langsung Tunai (BLT) justru menambah angka kemiskinan karena BLT cenderung digunakan masyarakat miskin untuk membayar utang daripada untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti makan dan biaya sekolah. Dia menjelaskan jika program BLSM digunakan masyarakat miskin dengan pola yang sama seperti BLT pada 2005, maka angka kemiskinan bisa saja bertambah.
"Pengalaman 2005 sudah terjadi, BLT nya itu 100 per bulan atau 25 ribu per orang per kapita, tapi kenyataannya penduduk miskin tidak menggunakannya dengan benar, kebanyakan bayar utang di warung," ujar dia ketika ditemui dalam acara " Konferensi Pers BPS" di Gedung BPS, Jakarta, Senin (1/7).
Dia mengatakan jika program BLSM tidak digunakan untuk biaya makan dan kebutuhan hidup lain, maka ada kemungkinan angka kemiskinan naik karena program BLSM yang bertujuan untuk menekan angka kemiskinan tidak dimanfaatkan dengan sebaik baiknya.
" Kami belum bisa memprediksi berapa angkanya, kalau BLSM digunakan dengan benar, ada potensi kemiskinan berkurang tapi kalau BLSM digunakan untuk bayar utang ada potensi juga akan kemiskinan naik," ujar dia. sumber ; (http://www.beritasatu.com).
2. Kerusuhan
Pembagian Bantuan Langsung Tunai yang sering kita lihat dari berbagai macam media sungguh sangat ironis, dari pembagian BLT tersebut justru malah menimbulkan kerusuhan dari masyarkat yang berebut mendapat BLT. Tak hanya masyarakat bawah, dari kalangan masyarakat menengahpun ikut berlomba mendapatkan hadiah dari pemerintah itu. Banyak manula maupun anak kecil yang terinjak - injak untuk rela mengantri dalam pembagian BLT tersebut. Kenapa tidak oknum pemerintah sendiri yang langsung membagikannya dengan sistem dor to dor, ini tentu akan lebih tepat sasaran. Cape? udah resikonya.. 
Bersambung....